Halaman

Home

Rabu, 06 Desember 2023

Kisi-Kisi Sumatif Akhir Semester IPA Kelas VII Reguler 2023

Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh. Bagaimana kabar peserta didik kelas VII? Semoga kalian semua dalam kondisi sehat dan tetap semangat belajar ya. Berikut bapak sampaikan kisi-kisi untuk belajar Sumatif Akhir Semester (SAS) IPA untuk kelas reguler. Ada 25 soal pilihan ganda. Semoga bermanfaat ya.

1. Disajikan pernyataan mengenai ilmuwan BJ Habibie  dan hasil penemuannya, peserta didik dapat menentukan bidang ilmu sains yang dipelajari beliau 

2. Peserta didik dapat menentukan peraturan yang benar untuk menjaga keselamatan di laboratorium IPA.

3. Disajikan pertanyaan perbedaan laboratorium IPA dengan laboratorium lainnya, peserta didik dapat menyebutkan alat laboratorium yang berfungsi melihat benda-benda yang berukuran mikro dan alat yang berfungsi mengukur berat benda. 

4. Peserta didik dapat menyebutkan langkah pertama yang dilakukan dalam metode ilmiah. 

5. Peserta didik dapat menentukan pernyataan yang termasuk tujuan percobaan dan dapat diselidiki.

6. Peserta didik dapat menentukan pasangan yang benar antara perubahan wujud zat dengan proses perubahan wujud zatnya.

7. Disajikan pernyataan mengenai sifat perubahan wujud zat yang bersifat reversible (dapat kembali ke bentuk semula) maupun bersifat irreversible (tidak dapat kembali ke bentuk semula atau bentuk asal), peserta didik dapat menentukan jenis perubahan wujud zat beserta sifatnya dalam fenomena aktivitas kehidupan sehari – hari. 

8. Disajikan pernyataan mengenai zat cair yang dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya, peserta didik dapat menjelaskan penyebab volume zat cair itu tetap tetapi bentuknya berubah sesuai tempatnya. 

9. Disajikan grafik perubahan wujud zat dan data massa es 1000 gram dan suhunya -20 derajat celcius dipanaskan sampai menguap. Bila kalor jenis es = 2.100 J/kg derajat Celcius, kalor jenis air 4.200 J/kg derajat Celcius, kalor lebur es = 336.000 J/kg derajat Celcius, peserta didik dapat mengitung total kalor es tersebut dari padat menjadi cair. 

10. Disajikan data sebuah termometer yang memiliki titik tetap atas 373 dan titik tetap bawah 273, peserta didik dapat menentukan jenis termometer tersebut. 

11. Disajikan pernyataan beberapa peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik dapat menentukan pemuaian pada zat padat. 

12. Disajikan grafik mengenai percobaan memanaskan air dengan menggunakan lilin sebagai sumber panas, peserta didik dapat menentukan pengaruh jumlah lilin terhadap suhu air yang dipanaskan. 

13. Disajikan sifat-sifat yang dimiliki oleh oksigen, peserta didik dapat mengidentifikasi sifat fisika oksigen. 

14. Peserta didik dapat memberikan contoh peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang termasuk sifat kimia zat.

15. Disajikan beberapa peristiwa perubahan zat, peserta didik dapat mengidentifikasi peristiwa yang termasuk perubahan kimia.

16. Disajikan gambar pengolahan garam secara tradisional, peserta didik dapat mengidentifikasi  perubahan wujud yang terjadi dalam pembentukan garam beserta sifat kalornya (menyerap atau mengeluarkan) yang terjadi pada gambar tersebut. 

17. Disajikan beberapa contoh perubahan materi yang terjadi pada peristiwa kehidupan sehari-hari, peserta didik dapat mengidentifikasi perubahgan materi yang menghasilkan zat baru.

18. Disajikan gambar benda yang dimasukkan ke dalam gelas ukur berisi air, peserta didik dapat massa jenis benda berdasar gambar itu. 

19. Disajikan, gambar alat laboratorium, peserta didik dapat menentukan fungsi alat laboratorium itu. 

20. Disajikan data benda yang mula-mula suhunya 100 ºC, kemudian didinginkan menjadi 25 ºC. Jika jumlah energi kalor yang dilepaskan 2100 Joule, peserta didik dapat menghitung kapasitas kalor benda tembaga itu. 

21. Disajikan data pengamatan peningkatan suhu zat cair sebanyak 200 gr. Suhu zat cair sebelum dipanaskan menunjukkan 25°C, setelah dipanaskan selama 10 menit skala termometer menunjukkan pada angka 45°C. kalor jenis zat cair itu 2100 J/kg◦C, peserta didik dapat menghitung kalor yang diperlukan selama pemanasan zat cair itu. 

22. Disajikan gambar dan data pemanasan air dengan menggunakan alat pemanas. Massa air yang akan dipanaskan 0,6 kg dengan suhu awal 20 derajat celcius dalam waktu 10 menit hingga mendidih mencapai suhu 100°C, bila memanaskan air sebanyak setengah kali massa air semula denganwaktu yang diperlukan untuk mencapai suhu hingga suhu air mendidih, peserta didik dapat menghitung kalor yang dibutuhkan air dari massa air yang semula. 

23. Disajikan bebrapa aktivitas manusia dalam kehidupan sehatri-hari, peserta didik dapat menentukan gambar yang termasuk perpindahan kalor.  

24. Disajikan gambar grafik perubahan wujud zat, peserta didik dapat menyebutkan proses perubahan wujud zat yang benar beserta nama proses perubahannya berdasar grafik itu. 

25. Disajikan pernyataan mengenai perpindahan kalor pada peristiwa kehidupan sehari-hari, peserta didik dapat menjelaskan alasan terjadinya peristiwa perpindahan kalor itu. 

Kisi-Kisi Sumatif IPA Kelas VIII Reguler 2023

    Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh. Bagaimana kabar peserta didik kelas VIII? Semoga kalian semua dalam kondisi sehat dan tetap semangat belajar ya. Berikut bapak sampaikan kisi-kisi untuk belajar Sumatif Akhir Semester (SAS) IPA untuk kelas reguler. Ada 25 soal pilihan ganda. Semoga bermanfaat ya.

    1. Disajikan pernyataan mengenai ilmuwan penemu sel dengan mikroskop, peserta didik dapat menyebutkan nama dari nama ilmuwan tersebut.

    2. Disajikan gambar dua mikroskop berdasarkan jumlah lensa okuler, peserta didik dapat menyebutkan jenis  mikroskop berdasar gambar tersebut.

    3. Disajikan gambar sel hewan, peserta didik dapat mengidentifikasi pasangan nama organel sel beserta fungsinya yang benar berdsasarkan organel sel yang ditujnuk di gambar.

    4. Disajikan gambar jaringan tumbuhan, peserta didik dapat mengidentifikasi nama jaringan tumbuhan berdasar gambar yang ditunjuk.

    5. Disajikan pernyataan salah satu fungsi organel sel pada tumbuhan yang menghasilkan energi, peserta didik dapat menyebutkan fungsi organel sel pada sel hewan yang menghasilkan energi.

    6. Disajikan tabel pasangan empat jenis beserta fungsinya, peserta didik dapat mengidentifikasi pasangan jenis nutrisi dan fungsinya yang benar

    7. Peserta didik dapat menjelaskan proses penyerapan nutrisi yang terjadi di dalam sistem pencernaan manusia.

    8. Disajikan grafik tabel faktor pengaruh denyut jantung berdasarkan aktivitas dan jenis kelamin, peserta didik dapat menjelaskan kedua faktor tersebut terhadap pengaruh denyut jantung.

    9. Disajikan tabel aglutinogen dan aglutinin pada golongan darah manusia, peserta didik dapat menentukan golongan darah manusia berdasarkan aglutinogen dan aglutininnya.

    10. Disajikan dua gambar dengan dua aktivitas manusia yang berbeda, peserta didik dapat menjelaskan pengaruh dua aktivitas tersebut terhadap organ sistem pernapasan atau fungsi sistem pernapasan manusia.

    11. Disajikan pernyataan mengenai perokok pasif dan perokok aktif, peserta didik dapat membedakan resiko kesehatan diantara kedua jenis perokok tersebut.  

    12. Disajikan. grafik konsumsi jumlah kafein dengan volume urin yang dihasilkan, peserta didik dapat menyimpulkan hubungan antara konsumsi jumlah kafein dengan volume urin.

    13. Disajikan gambar organ nefron, peserta didik dapat menyebutkan bagian-bagian nefron beserta proses yang terjadi di bagian nefron tersebut. 

    14. Disajikan keempat gambar peralatan yang temasuk pesawat sederhana, peserta didik dapat mengidentifikasi peralatan tersebut yang termasuk bidang miring.

    15. Disajikan data massa benda 12 kg yang akan dipindahkan ke atas menggunakan papan sepanjang 6 meter. Papan itu disandarkan pada sebuah bak truk dengan ketinggian 150 cm dari atas tanah dan gravitasinya 10 m/s2, peserta didik dapat menghitung gaya yang dibutuhkan untuk memindahkan benda itu

    16. Disajikan beberapa empat gambar pesawat sederhana (dua bidang miring dan dua tuas), peserta didik dapat menghitung keuntungan mekanis yang sama besar diantara gambar tersebut.

    17. Disajikan gambar anak sedang melempar bola dengan posisi bola di dua tempat, peserta didik dapat menjelaskan mengenai besar energi potensial dan energi kinetik berdasar posisi bola itu. 

    18. Disajikan gambar pengungkit dengan lengan kuasa 3 meter, lemgan beban 1,6 meter, dan berat benda 1000N, peserta didik dapat menghitung gaya yang dibutuhkan untuk mengangkat benda itu.

    19. Disajikan gambar ketiga jenis katrol, peserta didik dapat menentukan keuntungan mekanik dari gambar ketiga jenis katrol itu. 

    20. Disajikan data mengenai dua mobil sebagai berikut: mobil pertama menarik sepeda dengan gaya 2500 N sejauh 50 meter dan mobil kedua menarik sepeda dengan gaya 500 N sejauh 2000 meter, peserta didik dapat menghitung mobil yang memerlukan usaha paling besar.  

    21. Disajikan data benda yang bergerak mendatar dengan gaya sebesar 40 N sehingga benda berpindah sejauh 20 cm, peserta didik dapat menghitung usaha yang dilakukan oleh gaya benda itu.

    22. Disajikan gambar benda yang memiliki massa sebesar 4 kg yang jatuh dari ketinggian sejauh 20 meter, peserta didik dapat menghitung energi potensial benda itu. 

    23. Disajikan data mengenai dua orang yang sedang mendorong benda. Orang pertama mendorong benda A memerlukan usaha sebesar 1800 Joule dalam waktu 15 detik dan orang kedua mendorong benda B memerlukan usaha sebesar 2100 Joule dalam waktu 20 detik. Peserta didik dapat menghitung selisih daya yang dilakukan oleh kedua orang tersebut. 

    24. Disajikan data massa benda sebesar 1600 gram yang terbang dengan kelajuan 50 m/s2, peserta didik dapat menghitung energi kinetik benda tersebut. 

    25.Disajikan data massa benda sebsar 40 gram yang dilempar dari gedung setinggi 16,2 meter, peserta didik dapat menghitung energi potensial benda tersebut.  



    Minggu, 19 November 2023

    Prinsip Coaching

     

    Prinsip Coaching

    “ICF defines coaching as partnering with clients in a thought-provoking and creative process that inspires them to maximize their personal and professional potential.” www.coachingfederation.org.

    International Coaching Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai kemitraan dengan klien dalam suatu proses kreatif dan menggugah pikiran untuk menginspirasi klien agar dapat memaksimalkan potensi pribadi dan profesional coachee.

    Prinsip coaching dikembangkan dari tiga kata/frasa kunci pada definisi coaching, yaitu “kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi”. Dalam berinteraksi dengan rekan sejawat atau siapa saja, kita dapat menggunakan ketiga prinsip coaching tersebut dalam rangka memberdayakan orang yang sedang kita ajak berinteraksi. Berikut adalah penjelasan ketiga prinsip tersebut.

    Kemitraan

    Prinsip coaching yang pertama adalah kemitraan. Dalam coaching, posisi coach terhadap coachee-nya adalah mitra. Itu berarti setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri. Coach merupakan rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari dirinya sendiri. Coach bisa berbagi mengenai pengalamannya yang terkait dengan topik pengembangan coachee, jika diminta oleh coachee, sebagai salah satu sumber belajar bagi coachee.

    Kemitraan ini diwujudkan dengan cara kita membangun kesetaraan dengan orang yang akan kita kembangkan, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah di antara keduanya. Kesetaraan dapat dibangun dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri kita, pada saat kita akan mengembangkan rekan sejawat yang lebih tua, lebih senior, dan atau lebih berpengalaman. Sebaliknya, kita perlu menumbuhkan rasa rendah hati pada saat rekan sejawat yang akan kita kembangkan adalah rekan yang lebih muda, lebih junior, dan atau memiliki pengalaman yang lebih sedikit dari kita.

    Kemitraan dalam mengembangkan rekan sejawat, juga ditunjukkan dengan cara mengedepankan tujuan rekan yang akan kita kembangkan. Tujuan pengembangan ditetapkan oleh rekan yang yang akan dikembangkan, bukan oleh kita, yang akan membantu pengembangan tersebut. Mengapa? Dengan demikian, harapannya rekan yang kita kembangkan akan lebih merasa termotivasi dan berkomitmen dalam prosesnya.

    Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk membangun kemitraan ini adalah sebagai berikut:

    1. Apa yang ingin Bapak/Ibu kembangkan dalam enam bulan ke depan?

    2. Apa yang ingin Bapak/Ibu capai di akhir semester/tahun pelajaran ini?

    3. Di antara standar proses pembelajaran yang kita miliki, bagian mana yang menurut Bapak/Ibu paling perlu Bapak/Ibu tingkatkan/kembangkan?

    Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA.

    Proses Kreatif

    Coaching adalah proses mengantarkan seseorang dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang diinginkan di masa depan. Hal ini tergambar dalam prinsip coaching yang kedua, yaitu proses kreatif. Proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan, yang:

    1. dua arah 
    2. memicu proses berpikir coachee
    3. memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru

    Pada saat kita menggunakan prinsip coaching dalam mengembangkan kompetensi diri rekan sejawat, maka percakapan yang berlangsung adalah dua arah. Yang kita lakukan adalah mendengarkan rekan kita dan kemudian melontarkan pertanyaan untuk membantu rekan kita untuk lebih memahami situasi dirinya, situasi ideal yang dia inginkan, serta langkah-langkah untuk membawa dia dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang dia inginkan. 

    Prinsip ini dapat membantu seseorang untuk menjadi otonom karena dalam prosesnya orang yang dikembangkan perlu untuk berpikir ke dalam dirinya untuk mendapat kesadaran diri akan situasinya dan kemudian menemukan langkah-langkah apa yang perlu dilakukan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Berikut adalah percakapan yang menggambarkan proses kreatif antara seorang guru yang membantu rekan sejawatnya dalam mengembangkan kompetensi dirinya.

    Coach : Di antara standar proses pembelajaran yang kita miliki, bagian mana yang menurut Ibu paling perlu Ibu tingkatkan atau kembangkan?
    Coachee : Saya ingin mengembangkan bagaimana saya bisa memenuhi kebutuhan belajar murid-murid saya yang berbeda-beda, Pak.
    Coach : O … jadi Ibu ingin mengembangkan bagaimana Ibu bisa memenuhi kebutuhan belajar murid-murid Ibu yang berbeda-beda. Apa indikator dari Ibu sudah bisa memenuhi kebutuhan belajar murid-murid Ibu yang berbeda-beda tersebut?
    Coachee : Indikatornya, semua murid saya bisa memahami konsep yang saya ajarkan dengan lebih mudah. Mereka bisa menikmati proses belajar mereka karena sesuai dengan gaya dan kecepatan belajar mereka masing-masing.
    Coach : Baik, jadi indikatornya adalah semua murid Ibu bisa memahami konsep yang Ibu ajarkan dengan lebih mudah dan mereka bisa menikmati proses belajar karena sesuai dengan gaya dan kecepatan belajar mereka masing-masing ya …. Sehubungan dengan tujuan tersebut, skala 1-10, jika 10 Ibu sudah dapat memenuhi kebutuhan belajar murid-murid seperti yang Ibu sampaikan tadi, dan 0 belum memenuhi, Ibu ada di angka berapa saat ini?
    Coachee : Sepertinya saya masih di angka 6 deh Pak.
    Coach : Di angka 6 ya. Seperti apa itu angka 6 nya Bu? Bisa dijelaskan?
    Coachee : Di angka 6 karena saat ini proses belajar saya baru mengakomodir tiga tingkatan pemahaman, mudah, sedang, dan sulit. Saya belum mempertimbangkan gaya belajar dan kecepatan belajar murid sama sekali.
    Coach : Baik … Ibu ingin meningkatkannya menjadi angka berapa dalam beberapa minggu ke depan?
    Coachee : Ditingkatkan ke angka 8 deh Pak.
    Coach : 8 nya seperti apa itu Bu?
    Coachee : Saya akan mencoba menyiapkan proses belajar yang mengakomodir gaya belajar murid-murid saya Pak.
    Coach : Untuk bisa menyiapkan proses belajar yang mengakomodir gaya belajar murid-murid Ibu, apa saja yang sudah Ibu lakukan?
    Coachee : (bercerita hal-hal yang sudah dilakukan)
    Coach : Jadi Ibu sudah melakukan itu semua ya …. Apa lagi yang perlu ditambahkan dilakukan berbeda, supaya murid Ibu ini bisa fokus menyimak penjelasan Ibu pada saat Ibu mengajar?
    Coachee : (berpikir dan mengatakan hal-hal yang perlu ditambahkan dan dilakukan berbeda)
    Coach : Apa lagi?

    Perhatikan contoh percakapan di atas. Guru yang menjadi coach hanya melontarkan pertanyaan untuk membantu rekan sejawatnya memetakan situasi dia saat ini dan situasi yang dia inginkan di masa depan. Dua pertanyaan terakhir adalah contoh pertanyaan untuk menghasilkan ide-ide baru. Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA.

    Memaksimalkan Potensi

    Prinsip coaching yang ketiga adalah memaksimalkan potensi. Untuk memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan, yang paling mungkin dilakukan dan paling besar kemungkinan berhasilnya. Selain itu juga, percakapan ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh rekan yang sedang dikembangkan.

    Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk bergerak maju adalah sebagai berikut:

    • Jadi apa yang akan Bapak/Ibu lakukan setelah sesi ini dari alternatif-alternatif tadi?
    • Kapan Bapak/Ibu akan melakukannya?
    • Bagaimana Bapak/Ibu memastikan ini bisa berjalan?
    • Siapa yang perlu dimintai dukungan?

    Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk meminta mereka menyimpulkan adalah sebagai berikut:

    • Apa yang bisa Bapak/Ibu simpulkan dari percakapan kita barusan?
    • Apa yang menjadi pandangan baru dari percakapan kita barusan?

    Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA.

    Paradigma Berpikir dan Prinsip Coaching

     

    Paradigma Berpikir Coaching

    Paradigma berpikir yang pertama adalah fokus pada coachee atau rekan sejawat yang akan kita kembangkan. Pada saat kita mengembangkan kompetensi rekan sejawat kita, kita memusatkan perhatian kita pada rekan yang kita kembangkan, bukan pada "situasi" yang dibawanya dalam percakapan. Fokus diletakkan pada topik apa pun yang dibawa oleh rekan tersebut, dapat membawa kemajuan pada mereka, sesuai keinginan mereka. Berikut adalah percakapan yang menggambarkan bagaimana kita berfokus pada rekan sejawat kita bukan pada "situasi" yang disampaikan dalam percakapan.

    Coachee : Pak, bantu saya donk …. Saya kewalahan nih menghadapi salah satu murid saya di kelas. Setiap saya sedang mengajarkan sebuah konsep, ada saja yang dia lakukan untuk mengalihkan perhatian saya dan teman-temannya.

    Coach : Baik Bu. Apa yang dia lakukan untuk mengalihkan perhatian Ibu dan teman-temannya? Bisa diceritakan?

    Coachee : (bercerita tentang apa yang dilakukan oleh murid yang dimaksud)

    Coach : Jadi itu yang dia lakukan. Lantas, situasi ideal apa yang Ibu inginkan?

    Coachee : Saya ingin murid saya ini bisa fokus menyimak penjelasan saya pada saat saya mengajar.

    Coach : Jadi Ibu ingin murid Ibu ini bisa fokus menyimak penjelasan Ibu pada saat Ibu mengajar. Supaya murid Ibu ini bisa fokus menyimak penjelasan Ibu pada saat Ibu mengajar, apa saja yang perlu Ibu lakukan?

    Coachee : (bercerita hal-hal yang perlu dilakukan)

    Perhatikan percakapan di atas, saat seorang guru (coachee) menyampaikan situasi mengenai salah satu muridnya yang mengalihkan perhatian guru tersebut. Kemudian rekan sejawatnya (coach) memfokuskan coachee kepada apa yang perlu dilakukan. Percakapan ini berlanjut kepada hal-hal apa saja yang guru tersebut perlu lakukan berbeda, apa yang perlu diketahui atau kuasai untuk dapat mencapai tujuan yaitu, sang murid dapat fokus menyimak penjelasannya pada saat dia mengajar.

    Bersikap Terbuka dan Ingin Tahu

    Paradigma berpikir yang kedua adalah bersifat terbuka dan ingin tahu. Kita perlu berpikiran terbuka terhadap pemikiran-pemikiran rekan sejawat yang kita kembangkan. Ciri-ciri dari sikap terbuka dan ingin tahu ini adalah:

    1. berusaha untuk tidak menghakimi, melabel, berasumsi, atau menganalisis pemikiran orang lain;

    2. mampu menerima pemikiran orang lain dengan tenang, dan tidak menjadi emosional;

    3. tetap menunjukkan rasa ingin tahu (curiosity) yang besar terhadap apa yang membuat orang lain memiliki pemikiran tertentu. 

    Agar kita dapat bersikap terbuka, kita perlu selalu berpikir netral terhadap apa pun yang dikatakan atau dilakukan rekan kita. Jika ada penghakiman atau asumsi yang muncul di pikiran kita atas jawaban rekan kita, maka kita mengubah pikiran tersebut dalam bentuk pertanyaan untuk mengonfirmasi penghakiman atau asumsi itu secara hati-hati. Contoh kalimat yang bisa diucapkan adalah “Pada saat saya mendengarkan apa-apa yang Ibu ceritakan, saya menangkap adanya keinginan Ibu untuk terus berusaha sebisa Ibu. Apakah betul seperti itu Bu?”

    Memelihara rasa ingin tahu membantu rekan kita dan diri kita untuk memahami situasi rekan kita. Contoh kalimat yang bisa diucapkan adalah “Tadi Ibu mengatakan ya sudah saya menurut saja apa yang dikatakan oleh kepala sekolah, dari mana datangnya pikiran itu?”

    Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA

    Memiliki Kesadaran Diri yang Kuat

    Paradigma berpikir coaching yang ketiga adalah memiliki kesadaran diri yang kuat. Kesadaran diri yang kuat membantu kita untuk bisa menangkap adanya perubahan yang terjadi selama pembicaraan dengan rekan sejawat. Kita perlu mampu menangkap adanya emosi/energi yang timbul dan mempengaruhi percakapan, baik dari dalam diri sendiri maupun dari rekan kita. Kompetensi yang merupakan perwujudan dari paradigma berpikir ini akan kita pelajari lebih lanjut di bagian Kompetensi Coaching.

    Mampu Melihat Peluang Baru dan Masa Depan

    Paradigma berpikir coaching yang keempat adalah mampu melihat peluang baru dan masa depan. Kita harus mampu melihat peluang perkembangan yang ada dan juga bisa membawa rekan kita melihat masa depan. Coaching mendorong seseorang untuk fokus pada masa depan, karena apapun situasinya saat ini, yang masih bisa diubah adalah masa depan. Coaching juga mendorong seseorang untuk fokus pada solusi, bukan pada masalah, karena pada saat kita berfokus pada solusi, kita menjadi lebih bersemangat dibandingkan jika kita berfokus pada masalah.

    Agar rekan sejawat kita bisa melihat peluang baru dan fokus pada masa depan, kita dapat mengajukan pertanyaan berikut kepada mereka:

    1. Tadi Bapak/Ibu sudah ceritakan situasi Bapak/Ibu saat ini, lantas situasi ideal apa yang Bapak/Ibu inginkan di masa depan?
    2. Tadi Bapak/Ibu sudah ceritakan tantangan/masalah yang Bapak/Ibu hadapi saat ini, lantas idealnya situasinya seperti apa?
    3. Apa saja yang bisa dijadikan pilihan untuk dapat mewujudkan situasi ideal tersebut?
    4.  Ada peluang apa saja yang dimiliki?
    5.  Apa yang perlu dilakukan untuk dapat memiliki peluang-peluang baru?

    Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA.



    Supervisi Akademik

     

    Supervisi Akademik

    Bapak/Ibu calon guru penggerak,

    Selain menyiapkan  diri kita sebagai pemimpin pembelajaran, program Pendidikan Guru Penggerak juga menyiapkan kita untuk menjadi seorang kepala sekolah. Sebagai kepala sekolah, tentunya tidak akan terlepas dengan tugas supervisi akademik. Supervisi akademik ini dilakukan untuk memastikan  pembelajaran yang berpihak pada murid sebagaimana tertuang dalam standar proses pada Standar Nasional Pendidikan Pasal 12 yaitu:

    Pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b diselenggarakan dalam suasana belajar yang: 

    1. interaktif;
    2. inspiratif; 
    3. menyenangkan; 
    4. menantang; 
    5. memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif; dan 
    6. memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis Peserta Didik. 


    Oleh karena itu, penting kiranya bagi kita memastikan bahwa supervisi akademik yang kita jalankan benar-benar berfokus pada proses pembelajaran sebagaimana yang tertuang dalam standar proses tersebut.

    Selain bertujuan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid, supervisi akademik juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik di sekolah sebagaimana tertuang dalam standar tenaga kependidikan pada Standar Nasional Pendidikan pasal 20 ayat 2:

    Kriteria minimal kompetensi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

    Rangkaian supervisi akademik ini digunakan kepala sekolah untuk mendorong ruang perbaikan dan pengembangan diri guru di sekolahnya.

    Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, kepala sekolah seperti apakah yang dapat mendorong kita sebagai warga sekolah untuk selalu mengembangkan kompetensi diri dan senantiasa memiliki growth mindset, serta keberpihakan pada murid? Jawabannya adalah pemimpin sekolah yang dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.

    Dalam hal ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan. Pendekatan dengan paradigma berpikir yang memberdayakan mutlak diperlukan agar pengembangan diri dapat berjalan secara berkelanjutan dan terarah. Salah satu pendekatan yang memberdayakan adalah coaching sebagaimana Whitmore (2003) ungkapkan bahwa coaching adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya. 

    Sejalan dengan hal ini, dengan adanya program Pendidikan Guru Penggerak ini, kita diharapkan menjadi supervisor atau kepala sekolah yang memiliki paradigma berpikir dan keterampilan coaching dalam rangka pengembangan diri dan rekan sejawat. Untuk lebih jelasnya, mari simak penjelasan mengenai konsep coaching secara umum dan konsep coaching dalam konteks sekolah pada dan kaitannya dengan peran kita sebagai kepala sekolah atau supervisor.

    Minggu, 05 November 2023

    Pembelajaran Sosial dan Emosional

     Dalam penelitian tentang Pembelajaran Sosial dan Emosional:

    • Guru yang memiliki kompetensi sosial dan emosional yang baik lebih efektif dan cenderung lebih resilien/tangguh dan merasa nyaman di kelas  karena mereka dapat bekerja lebih baik dengan murid.
    • Adanya keterkaitan antara kecakapan sosial dan emosional yang diukur ketika TK dan hasil ketika dewasa di bidang pendidikan, pekerjaan, pelanggaran hukum, dan kesehatan mental.

    Pembahasan di atas sejalan dengan peran pendidik  yang disampaikan Ki Hajar Dewantara. Pendidik adalah  penuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak,  agar  mereka  sebagai  manusia dan anggota  masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.    Pemikiran KHD tersebut  mengingatkan bahwa tugas pendidik sebagai pemimpin pembelajaran adalah menumbuhkan motivasi mereka untuk dapat membangun perhatian yang berkualitas pada materi dengan merancang pengalaman belajar yang mengundang dan bermakna. Kita merencanakan  secara sadar pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan murid-murid untuk mewujudkan kekuatan (potensinya). Pembelajaran holistik yang memberikan mereka pengalaman untuk dapat mengeksplorasi dan mengaktualisasikan seluruh potensi dalam dirinya setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

    Kesadaran akan  proses pendidikan yang dapat menuntun tumbuh kembang murid secara holistik  sudah menjadi perhatian pendidik sejak lama. Kesadaran ini berawal dari teori Kecerdasan Emosi Daniel Goleman, dikembangkanlah CASEL (Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning) pada tahun 1995 (www.casel.org) sebagai konsep Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE). Konsep PSE berdasarkan berdasarkan kerangka CASEL tersebut dikembangkan Daniel Goleman bersama sekelompok pendidik, peneliti, dan pendamping anak. PSE berbasis penelitian ini, bertujuan untuk  mendorong perkembangan anak secara positif dengan program yang terkoordinasi  antara berbagai pihak dalam komunitas sekolah.

    Secara lengkap, hasil penelitian tentang manfaat penerapan pembelajaran sosial dan emosional adalah sebagai berikut:


    -
    Gambar 1. Hasil Pencapaian Penerapan Pembelajaran Sosial dan Emosional

    Dengan mencermati diagram  hasil di atas, kita semakin memahami urgensi  PSE, yaitu peningkatan kompetensi sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan sekolah. Selain itu, PSE di kelas terbukti dapat menghasilkan pencapaian akademik yang lebih baik. PSE memberikan pondasi yang kuat bagi murid untuk dapat sukses dalam berbagai area kehidupan mereka di luar akademik, termasuk kesejahteraan psikologis (well-being) secara optimal.

    Apa itu Well-being?

    Sejak beberapa dekade terakhir, well-being  menjadi perhatian  para praktisi dan akademisi pendidikan. Apa yang dimaksud dengan well-being?

    Well-being berbeda dengan welfare meskipun sama-sama diterjemahkan  menjadi “kesejahteraan” dalam Bahasa Indonesia.

    Menurut kamus Oxford English Dictionary, well-being dapat diartikan sebagai kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-being  adalah sebuah kondisi  individu yang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.

    Noble and McGrath (2016) menyebutkan bahwa well-being murid  yang optimal adalah keadaan emosional yang berkelanjutan (relatif stabil) yang ditandai dengan: sikap dan suasana hati yang secara umum positifrelasi yang positif dengan sesama murid dan gururesiliensi, optimalisasi diri, dan tingkat kepuasan diri yang tinggi berkaitan dengan pengalaman belajar mereka di sekolah.

    B. Definisi Pembelajaran Sosial dan Emosional

    Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat

    1. Memahami, menghayati, dan  mengelola emosi  (kesadaran diri)
    2. Menetapkan dan mencapai tujuan positif  (pengelolaan diri)
    3. Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
    4. Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi)
    5. Membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)

    Gambar 2 menjelaskan kerangka sistematis dan kolaboratif pembelajaran kompetensi sosial dan emosional  CASEL:

    1. Penciptaan lingkungan belajar yang tepat serta terkoordinasi untuk meningkatkan pembelajaran akademik, sosial, dan emosional semua murid
    2. Kemitraan/kerjasama sekolah-keluarga-komunitas untuk membentuk lingkungan belajar dan pengalaman yang bercirikan hubungan/relasi yang saling mempercayai dan berkolaborasi
    3. Kurikulum dan pembelajaran yang jelas dan bermakna, dan evaluasi secara berkala.


    Gambar 2. Pembelajaran Sosial Emosional Kolaboratif Seluruh Komunitas Sekolah CASEL

     B.2. Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE)

    Kerangka Kompetensi Sosial Emosional (CASEL)

    Kerangka Kompetensi Sosial dan Emosional (CASEL)

    Definisi

    Contoh

    Kesadaran Diri:

    kemampuan untuk memahami perasaan, emosi, dan nilai-nilai diri sendiri, dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam berbagai situasi dan konteks kehidupan.

    • Dapat menggabungkan identitas pribadi dan identitas sosial
    • Mengidentifikasi  kekuatan/aset diri dan budaya
    • Mengidentifikasi emosi-emosi dalam diri
    • Menunjukkan integritas dan kejujuran
    • Dapat menghubungkan perasaan, pikiran, dan nilai-nilai
    • Menguji dan mempertimbangkan prasangka dan bias
    • Memupuk efikasi diri
    • Memiliki pola pikir bertumbuh
    • Mengembangkan minat dan menetapkan arah tujuan hidup

    Manajemen Diri: kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi

    • Mengelola emosi diri
    • Mengidentifikasi dan menggunakan strategi-strategi pengelolaan stres
    • Menunjukkan disiplin dan motivasi diri
    • Merancang tujuan pribadi dan bersama
    • Menggunakan keterampilan merancang dan mengorganisir
    • Memperlihatkan keberanian untuk mengambil inisiatif
    • Mendemonstrasikan kendali diri dan dalam kelompok

    Kesadaran Sosial: kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya, dan konteks yang berbeda-beda

    • Mempertimbangkan pandangan/pemikiran orang lain
    • Mengakui kemampuan/kekuatan orang lain
    • Mendemonstrasikan empati dan rasa welas kasih
    • Menunjukkan kepedulian atas perasaan orang lain
    • Memahami dan mengekspresikan rasa syukur
    • Mengidentifikasi ragam norma sosial, termasuk dengan norma-norma yang menunjukkan ketidakadilan

    Keterampilan Berelasi: kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan yang sehat dan suportif

    • Berkomunikasi dengan efektif
    • Mengembangkan relasi/hubungan positif
    • Memperlihatkan kompetensi kebudayaan
    • Mempraktikkan kerjasama tim dan pemecahan masalah secara kolaboratif
    • Dapat melawan tekanan sosial yang negatif
    • Menunjukkan sikap kepemimpinan dalam kelompok
    • Mencari dan menawarkan bantuan apabila membutuhkan
    • Turut membela hak-hak orang lain

    Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab: kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman, dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, masyarakat, dan kelompok

    • Menunjukkan rasa ingin tahu dan keterbukaan pikiran
    • Mengidentifikasi/mengenal solusi dari masalah pribadi dan sosial
    • Berlatih membuat keputusan beralasan/masuk akal, setelah menganalisis informasi, data, dan fakta
    • Mengantisipasi dan mengevaluasi konsekuensi-konsekuensi dari tindakannya
    • Menyadari bahwa keterampilan berpikir kritis sangat berguna baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah
    • Merefleksikan peran seseorang dalam memperkenalkan kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, keluarga, dan komunitas
    • Mengevaluasi dampak/pengaruh dari seseorang, hubungan interpersonal, komunitas, dan kelembagaan

    Jika kita analisis lebih lanjut,  5 Kompetensi Sosial dan Emosional yang telah kita bahas berhubungan erat dengan  6 (enam) dimensi  Profil Pelajar Pancasila.  Sebagai contoh,  ketika seorang murid perlu mengeluarkan ide yang baru dan orisinil untuk memecahkan masalah  (dimensi kreatif)  diperlukan juga kemampuan bernalar kritis  untuk melihat permasalahan yang ada. Dalam situasi tersebut, murid tersebut menerapkan kesadaran diri dan manajemen diri. 

    Selanjutnya, solusi yang dihasilkannya juga perlu mempertimbangkan akhlak kepada makhluk hidup lain yang dapat dimunculkan dari dimensi beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Dalam situasi tersebut, ia menerapkan KSE kesadaran sosial dan keterampilan berelasi. Dalam mewujudkan solusinya, ia pun perlu melibatkan orang lain dengan tetap menghargai keragaman latar belakang yang dimiliki (dimensi gotong royong dan berkebhinekaan global). Dalam tahap ini, ia menerapkan KSE kesadaran sosial, keterampilan relasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

    Kaitan dengan Standar Nasional Pendidikan 

    Pembelajaran Sosial dan Emosional berupaya menciptakan lingkungan dan pengalaman belajar yang menumbuhkan  5 kompetensi sosial dan emosional yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. 

    Pembelajaran  5 KSE tersebut akan dapat  menghasilkan murid-murid  yang berkarakter, disiplin, santun, jujur, peduli, responsif, proaktif, mendorong anak untuk memiliki rasa ingin tahu tentang ilmu pengetahuan, sosial, budaya, dan humaniora.  Semua ini selaras dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi dalam Standar Nasional Pendidikan.

    C. Kesadaran Penuh (mindfulness) sebagai dasar penguatan 5 (lima) Kompetensi Sosial dan Emosional

    Bapak/Ibu hebat, kita sudah membahas Lima Kompetensi Sosial dan Emosional. Selanjutnya kita akan membahas tentang kesadaran penuh (mindfulness).  Pentingnya melatih perhatian murid-murid sebagai kelanjutan dari Pembelajaran Sosial dan Emosional dikemukakan oleh Daniel Goleman, co-founder CASEL pada tahun 2017 dalam (https://compassion.emory.edu/SEE-learning.pdf, p.3-4):  

    Attention is a fundamental skill that impacts all aspects of learning, yet it has been largely neglected as an explicit focus for education. Because it is such an essential element of helping children better manage their inner worlds and enhance learning, training in attention seems an obvious next step for SEL” 

    Goleman melihat kebutuhan mendasar untuk membantu anak-anak dalam mengelola dirinya dan meningkatkan pembelajaran.   Melatih kemampuan memperhatikan  adalah kelanjutan nyata yang harus dilakukan dalam Pembelajaran Sosial dan Emosional.

    Bapak/Ibu CGP, apakah akrab dengan istilah mindfulness? Mungkin ada yang sudah sering mendengar tetapi ada pula yang belum pernah mendengar sama sekali. Sebelum membahas kesadaran penuh (mindfulness) ini secara mendalam, coba kita pikirkan sejenak; apa yang ada dalam kepala kita saat menonton  film atau membaca buku kesukaan? Apakah masih dapat mengingat alur ceritanya sampai saat ini? Bagaimana dengan emosi yang muncul saat itu ketika melihat karakter utamanya menangis, mengalami kemalangan, ataupun berbahagia, dan kita turut menangis, berteriak, dan tertawa? Lalu, sebagai seorang pendidik; dalam pertemuan guru rutin saat kepala sekolah maupun guru lain mengemukakan pendapat atau mengumumkan kegiatan sekolah yang akan datang dan kita mendengarkan dengan seksama setiap informasi yang diberikan. Contoh lain adalah ketika mempersiapkan materi pembelajaran, kita memperhatikan alur yang akan dibawakan, langkah untuk mengeksekusi rancangan, dan penilaian. Kemudian pada saat di kelas kita mengamati proses belajar murid: gerak-gerik, raut wajah, bahkan sesederhana cara murid memandang saat materi sedang diberikan.

    Pada saat kita mengarahkan sepenuhnya perhatian pada kegiatan yang sedang dilakukan, seperti menonton film, menyimak apa yang sedang dibicarakan, mengobservasi sekeliling kita, mengajar di kelas, mendengar penyampaian informasi dalam pertemuan guru, bahkan membaca modul ini, dan memunculkan rasa ingin tahu apa adanya dengan rasa penghargaan - contoh  praktik kesadaran penuh (mindfulness).



    Sabtu, 21 Oktober 2023

    Pembelajaran diferensiasi

     

    Miskonsepsi tentang Pembelajaran Berdiferensiasi

    Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu murid. Menurut Tomlinson (1999:14) dalam kelas yang mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi, seorang guru melakukan upaya yang konsisten untuk merespon kebutuhan belajar murid. 

    Melakukan pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut (chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, di mana guru harus berlari ke sana kemari untuk membantu si A, si B atau si C dalam waktu yang bersamaan. Bukan. Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap atau Superman yang bisa ke sana kemari untuk berada di tempat yang berbeda-beda dalam satu waktu dan memecahkan semua permasalahan. Lalu seperti apa sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi?

    Lalu seperti apa sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi?

    Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi

    Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:

    1. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
    2. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
    3. Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang proses belajar mereka.
    4. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas, namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
    5. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.

    Keputusan Ibu Renjana memberikan soal yang sama kepada ketiga murid yang selesai lebih dahulu tidak dapat disebut sebagai pembelajaran berdiferensiasi. Pertama karena tambahan soal diberikan dengan tujuan agar ketiga anak tersebut tidak mengganggu temannya yang belum selesai. Kedua, ketiga murid tersebut kemungkinan membutuhkan tingkat kompleksitas yang lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan belajarnya. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Dengan demikian, Ibu Renjana perlu memperhatikan kebutuhan belajar murid-muridnya dengan lebih komprehensif, agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar murid-muridnya tersebut.

    Kaitan dengan Standar Nasional Pendidikan

    Di dalam  Standar Proses, dijelaskan tentang kriteria minimal proses pelaksanaan pembelajaran yang harus dilakukan guru. Salah satunya terkait dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam pembuatan RPP terdapat beberapa prinsip yang harus diikuti, dimana salah satunya adalah bahwa perencanaan pembelajaran harus dilakukan dengan memperhatikan perbedaan individu setiap peserta didik. Dapatkah Ibu/Bapak melihat keterkaitan antara prinsip ini dengan topik bahasan yang baru saja Ibu/bapak pelajari?

    Selanjutnya, kita akan mempelajari bagaimana kita dapat mengetahui kebutuhan belajar murid. 

    2.1.3 Mengetahui Kebutuhan Belajar Murid

    Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. 

    Ketiga aspek tersebut adalah:

    1. Kesiapan belajar (readiness) murid
    2. Minat murid
    3. Profil belajar murid

    Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).

    Mari kita bahas satu persatu ketiga aspek tersebut.

    1. KESIAPAN BELAJAR (READINESS)

    Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kata “Kesiapan Belajar”?

    Bayangkanlah situasi berikut ini:

    Dalam pelajaran bahasa Indonesia, setelah menjelaskan dan memberikan kesempatan murid-muridnya untuk mengeksplorasi beragam teks narasi, bu Renjana meminta murid-muridnya membuat sebuah draf contoh teks narasi sendiri. Ia kemudian melakukan asesmen terhadap draf teks yang telah dibuat oleh murid-muridnya. Setelah melakukan asesmen, ia menemukan bahwa ada tiga kelompok murid di kelasnya.

    • Kelompok A adalah murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan memiliki kosakata yang cukup kaya. Mereka juga cukup mandiri dan percaya diri dalam bekerja.
    • Kelompok B adalah murid yang memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik, namun kosakatanya masih terbatas.
    • Kelompok C adalah murid yang belum memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan kosakatanya pun terbatas.

    Informasi yang didapatkan ini kemudian digunakan oleh bu Renjana untuk merencanakan pembelajaran di tahapan berikutnya, dimana ia memberikan bantuan lebih banyak untuk murid-murid yang belum memiliki keterampilan menulis dan memberikan lebih sedikit bantuan untuk murid-murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik.

        Dalam contoh di atas, Bu Renjana mengidentifikasi kebutuhan belajar dengan melihat kesiapan belajar.

        Kesiapan Belajar

        Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi, konsep, atau keterampilan baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka dan memberikan mereka tantangan,  namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi atau keterampilan baru tersebut.  Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001: 46) mengatakan bahwa merancang pembelajaran mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik, biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut sebenarnya menggambarkan beberapa perspektif yang dapat kita gunakan untuk menentukan tingkat kesiapan belajar murid. Dalam modul ini, kita hanya akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif  yang terdapat dalam Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (2001: 47) tersebut.

        Kesiapan Belajar

        Tombol-tombol dalam equalizer mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini, kita akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).

        1. Bersifat mendasar - Bersifat transformatif
          Saat murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru,  yang mungkin belum dikuasainya, mereka akan membutuhkan informasi pendukung yang  jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk dapat memahami ide tersebut.  Mereka juga akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide-ide tersebut.  Selain itu, mereka juga membutuhkan bahan-bahan materi dan tugas-tugas yang bersifat mendasar serta disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Sebaliknya, saat murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka kuasai dan pahami, tentunya mereka membutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif. 
        2. Konkret - Abstrak
          Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret, sehingga mereka mungkin masih perlu belajar dengan menggunakan beragam alat-alat bantu berupa benda konkret atau contoh-contoh konkret,  atau apakah murid sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak, sehingga mereka mungkin mulai dapat diperkenalkan dengan konsep-konsep yang lebih abstrak.
        3. Sederhana - Kompleks 
          Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu, yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi pada satu waktu.
        4. Terstruktur - Terbuka
          Saat menyelesaikan tugas, kadang-kadang ada murid-murid yang masih memerlukan struktur yang jelas, sehingga tugas untuk mereka perlu ditata dengan tahapan yang jelas dan cukup rinci, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Sementara mungkin murid-murid lainnya sudah siap untuk menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.
        5. Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)
          Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir, dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.
        6. Lambat - Cepat
          Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari topik yang lain.
        Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan.  Adapun tujuan melakukan identifikasi atau pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29).

        Contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar

        Berikut ini adalah contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar (Readiness):


        2. MINAT MURID

        Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri.

        Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai berikut:                  

        • membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk belajar;
        • mendemonstrasikan keterhubungan antar semua pembelajaran;
        • menggunakan keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan;
        • meningkatkan motivasi murid untuk belajar.

        Minat sebenarnya dapat kita lihat dalam 2 perspektif. Yang pertama sebagai minat situasional. Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis yang dicirikan oleh peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada saat tertentu. Seorang anak bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang topik hewan, meskipun sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan tersebut, karena gurunya berbicara dengan cara yang sangat menghibur,  menarik dan menggunakan berbagai alat bantu visual.  Yang kedua, minat juga dapat dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat dalam jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu. Minat ini disebut juga dengan minat individu. Seorang anak yang memang memiliki minat terhadap hewan, maka ia akan tetap tertarik untuk belajar tentang hewan meskipun mungkin saat itu guru yang mengajar sama sekali tidak membawakannya dengan cara yang menarik atau menghibur. 

        Karena minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran, maka memahami kedua perspektif tentang minat di atas akan membantu guru untuk dapat mempertimbangkan bagaimana ia dapat mempertahankan atau menarik minat murid-muridnya dalam belajar. 

        Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menarik minat murid diantaranya adalah dengan:

        • menciptakan situasi pembelajaran yang menarik perhatian murid (misalnya dengan humor, menciptakan kejutan-kejutan, dsb),
        • menciptakan konteks pembelajaran yang dikaitkan dengan minat individu murid, 
        • mengkomunikasikan nilai manfaat dari apa yang dipelajari murid,
        • menciptakan kesempatan-kesempatan belajar di mana murid dapat memecahkan persoalan (problem-based learning).

        Seperti juga kita orang dewasa, murid juga memiliki minat sendiri. Minat setiap murid tentunya akan berbeda-beda.  Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan menunjukkan minat pada topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk "menghubungkan" murid pada pelajaran untuk menjaga minat mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kinerja murid.  Hal lain yang perlu disadari oleh guru terkait dengan pembelajaran berbasis minat adalah bahwa minat murid dapat dikembangkan. Pembelajaran berbasis minat seharusnya tidak hanya dapat menarik dan memperluas minat murid yang sudah ada, tetapi juga dapat membantu mereka menemukan minat baru.

        Untuk membantu guru mempertimbangkan pilihan yang mungkin dapat diberikan pada murid, guru dapat mempertimbangkan area minat dan moda ekspresi yang mungkin digunakan oleh murid-murid mereka. (Tomlinson, 2001)

        Perlu diingat bahwa daftar pada tabel hanya sebagai contoh. Daftar tersebut tentunya masih dapat ditambah atau diperluas. 

        Contoh Mengidentifikasi atau Memetakan kebutuhan belajar berdasarkan minat

        Berikut ini adalah contoh mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar berdasarkan minat: