Halaman

Home

Minggu, 19 November 2023

Prinsip Coaching

 

Prinsip Coaching

“ICF defines coaching as partnering with clients in a thought-provoking and creative process that inspires them to maximize their personal and professional potential.” www.coachingfederation.org.

International Coaching Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai kemitraan dengan klien dalam suatu proses kreatif dan menggugah pikiran untuk menginspirasi klien agar dapat memaksimalkan potensi pribadi dan profesional coachee.

Prinsip coaching dikembangkan dari tiga kata/frasa kunci pada definisi coaching, yaitu “kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi”. Dalam berinteraksi dengan rekan sejawat atau siapa saja, kita dapat menggunakan ketiga prinsip coaching tersebut dalam rangka memberdayakan orang yang sedang kita ajak berinteraksi. Berikut adalah penjelasan ketiga prinsip tersebut.

Kemitraan

Prinsip coaching yang pertama adalah kemitraan. Dalam coaching, posisi coach terhadap coachee-nya adalah mitra. Itu berarti setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri. Coach merupakan rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari dirinya sendiri. Coach bisa berbagi mengenai pengalamannya yang terkait dengan topik pengembangan coachee, jika diminta oleh coachee, sebagai salah satu sumber belajar bagi coachee.

Kemitraan ini diwujudkan dengan cara kita membangun kesetaraan dengan orang yang akan kita kembangkan, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah di antara keduanya. Kesetaraan dapat dibangun dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri kita, pada saat kita akan mengembangkan rekan sejawat yang lebih tua, lebih senior, dan atau lebih berpengalaman. Sebaliknya, kita perlu menumbuhkan rasa rendah hati pada saat rekan sejawat yang akan kita kembangkan adalah rekan yang lebih muda, lebih junior, dan atau memiliki pengalaman yang lebih sedikit dari kita.

Kemitraan dalam mengembangkan rekan sejawat, juga ditunjukkan dengan cara mengedepankan tujuan rekan yang akan kita kembangkan. Tujuan pengembangan ditetapkan oleh rekan yang yang akan dikembangkan, bukan oleh kita, yang akan membantu pengembangan tersebut. Mengapa? Dengan demikian, harapannya rekan yang kita kembangkan akan lebih merasa termotivasi dan berkomitmen dalam prosesnya.

Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk membangun kemitraan ini adalah sebagai berikut:

  1. Apa yang ingin Bapak/Ibu kembangkan dalam enam bulan ke depan?

  2. Apa yang ingin Bapak/Ibu capai di akhir semester/tahun pelajaran ini?

  3. Di antara standar proses pembelajaran yang kita miliki, bagian mana yang menurut Bapak/Ibu paling perlu Bapak/Ibu tingkatkan/kembangkan?

Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA.

Proses Kreatif

Coaching adalah proses mengantarkan seseorang dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang diinginkan di masa depan. Hal ini tergambar dalam prinsip coaching yang kedua, yaitu proses kreatif. Proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan, yang:

  1. dua arah 
  2. memicu proses berpikir coachee
  3. memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru

Pada saat kita menggunakan prinsip coaching dalam mengembangkan kompetensi diri rekan sejawat, maka percakapan yang berlangsung adalah dua arah. Yang kita lakukan adalah mendengarkan rekan kita dan kemudian melontarkan pertanyaan untuk membantu rekan kita untuk lebih memahami situasi dirinya, situasi ideal yang dia inginkan, serta langkah-langkah untuk membawa dia dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang dia inginkan. 

Prinsip ini dapat membantu seseorang untuk menjadi otonom karena dalam prosesnya orang yang dikembangkan perlu untuk berpikir ke dalam dirinya untuk mendapat kesadaran diri akan situasinya dan kemudian menemukan langkah-langkah apa yang perlu dilakukan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Berikut adalah percakapan yang menggambarkan proses kreatif antara seorang guru yang membantu rekan sejawatnya dalam mengembangkan kompetensi dirinya.

Coach : Di antara standar proses pembelajaran yang kita miliki, bagian mana yang menurut Ibu paling perlu Ibu tingkatkan atau kembangkan?
Coachee : Saya ingin mengembangkan bagaimana saya bisa memenuhi kebutuhan belajar murid-murid saya yang berbeda-beda, Pak.
Coach : O … jadi Ibu ingin mengembangkan bagaimana Ibu bisa memenuhi kebutuhan belajar murid-murid Ibu yang berbeda-beda. Apa indikator dari Ibu sudah bisa memenuhi kebutuhan belajar murid-murid Ibu yang berbeda-beda tersebut?
Coachee : Indikatornya, semua murid saya bisa memahami konsep yang saya ajarkan dengan lebih mudah. Mereka bisa menikmati proses belajar mereka karena sesuai dengan gaya dan kecepatan belajar mereka masing-masing.
Coach : Baik, jadi indikatornya adalah semua murid Ibu bisa memahami konsep yang Ibu ajarkan dengan lebih mudah dan mereka bisa menikmati proses belajar karena sesuai dengan gaya dan kecepatan belajar mereka masing-masing ya …. Sehubungan dengan tujuan tersebut, skala 1-10, jika 10 Ibu sudah dapat memenuhi kebutuhan belajar murid-murid seperti yang Ibu sampaikan tadi, dan 0 belum memenuhi, Ibu ada di angka berapa saat ini?
Coachee : Sepertinya saya masih di angka 6 deh Pak.
Coach : Di angka 6 ya. Seperti apa itu angka 6 nya Bu? Bisa dijelaskan?
Coachee : Di angka 6 karena saat ini proses belajar saya baru mengakomodir tiga tingkatan pemahaman, mudah, sedang, dan sulit. Saya belum mempertimbangkan gaya belajar dan kecepatan belajar murid sama sekali.
Coach : Baik … Ibu ingin meningkatkannya menjadi angka berapa dalam beberapa minggu ke depan?
Coachee : Ditingkatkan ke angka 8 deh Pak.
Coach : 8 nya seperti apa itu Bu?
Coachee : Saya akan mencoba menyiapkan proses belajar yang mengakomodir gaya belajar murid-murid saya Pak.
Coach : Untuk bisa menyiapkan proses belajar yang mengakomodir gaya belajar murid-murid Ibu, apa saja yang sudah Ibu lakukan?
Coachee : (bercerita hal-hal yang sudah dilakukan)
Coach : Jadi Ibu sudah melakukan itu semua ya …. Apa lagi yang perlu ditambahkan dilakukan berbeda, supaya murid Ibu ini bisa fokus menyimak penjelasan Ibu pada saat Ibu mengajar?
Coachee : (berpikir dan mengatakan hal-hal yang perlu ditambahkan dan dilakukan berbeda)
Coach : Apa lagi?

Perhatikan contoh percakapan di atas. Guru yang menjadi coach hanya melontarkan pertanyaan untuk membantu rekan sejawatnya memetakan situasi dia saat ini dan situasi yang dia inginkan di masa depan. Dua pertanyaan terakhir adalah contoh pertanyaan untuk menghasilkan ide-ide baru. Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA.

Memaksimalkan Potensi

Prinsip coaching yang ketiga adalah memaksimalkan potensi. Untuk memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan, yang paling mungkin dilakukan dan paling besar kemungkinan berhasilnya. Selain itu juga, percakapan ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh rekan yang sedang dikembangkan.

Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk bergerak maju adalah sebagai berikut:

  • Jadi apa yang akan Bapak/Ibu lakukan setelah sesi ini dari alternatif-alternatif tadi?
  • Kapan Bapak/Ibu akan melakukannya?
  • Bagaimana Bapak/Ibu memastikan ini bisa berjalan?
  • Siapa yang perlu dimintai dukungan?

Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk meminta mereka menyimpulkan adalah sebagai berikut:

  • Apa yang bisa Bapak/Ibu simpulkan dari percakapan kita barusan?
  • Apa yang menjadi pandangan baru dari percakapan kita barusan?

Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar